Hobi membaca dari zaman sekolah membuat Alberthiene Endah penasaran. Kini hobi itu telah berbuah manis. Ia mengembangkan bakatnya menjadi salah satu penulis yang karyanya diakui di Indonesia. Ingin tahu sosok lengkapnya?
Bagi pecinta novel dan buku biografi, pasti tak asing lagi dengan sosok Alberthiene Endah atau yang akrab disapa AE. Bukunya selalu menjadi best seller. Sebut saja novelnya 'Jangan Beri Aku Narkoba', 'Supermodel', dan 'Cewek Matre'.Belum lagi buku biografinya yang selalu habis terjual, seperti 'The Last Words of Chrisye', dua buku tentang Krisdayanti, '1001 KD' dan 'My Life My Secret'. Ia juga memunculkan biografi tentang Ibu Negara Ani Yudhoyono.
Selain sebagai penulis buku, ia juga laris menjadi penulis skenario. Baru-baru ini, ia menggarap skenario untuk film I Know What You Did on Facebook.Hal ini berlanjut hingga ia masuk SMA. Di sana, bakat menulisnya mulai terasah. AE aktif mengisi majalah dinding di sekolahnya. Ia lalu melanjutkan studinya di Sastra Belanda UI.
Asyik membaca dari SD
Hobi membaca sudah tumbuh dalam diri AE semenjak dini. Ketika anak-anak sesusianya asyik bermain, AE malah kerap mampir ke perpustakaan temannya, di kawasan Depok.
Keseriusannya terhadap hobi membaca, tak didukung oleh kemampuan financial kedua orangtuanya yang bekerja sebagai pegawai negeri. “Saya nggak pernah dibelikan buku bacaan oleh orangtua. Makanya saya lebih pilih ke perpustakaan saja. Bisa baca buku sepuasnya.” katanya mengenang.
Dedikasinya terhadap dunia tulis-menulis pun pernah dianugerahi She Can Awards dari Tupperware.
Buku yang dipilihnya pun tak sembarangan. Jika anak seusianya memilih membaca komik, AE kecil lebih memilih buku-buku sastra seperti Layar Terkembang, Salah Asuhan, dan Di Bawah Lindungan Ka’Bah. Bacaan ringan favoritnya hanyalah komik Lima Sekawan.
Dan ketika anak-anak seusianya memiliki cita-cita menjadi dokter atau insinyur, AE dengan mantap berkata “Saya ingin menjadi penulis”.
Teteskan air mata menulis biografi Chrisye
Sejak itu, tawaran menulis biografi pun berdatangan. Mulai dari Probosutedjo, Titiek Puspa, hingga penyanyi legendaris alm Chrisye.
Pelajaran berharga didapatnya ketika ia menulis buku berjudul 'The Last Words of Chrisye'. Buku tersebut bertujuan agar pembaca yang sedang menjaga keluarga yang sedang sakit keras bisa tetap tabah. Perasaan tak enak, sedih, hingga tabah berkecamuk ketika AE membuat buku tersebut.
'The Last Words of Chrisye' dibuat ketika Chrisye tengah menjalani pengobatan kanker. “Yang paling berat adalah buku ini dibuat supaya orang tahu tentang perjuangan dan keseharian dia menjelang meninggal. Chrisye saat itu sedang di kemoterapi, dan saya melihatnya berjuang di tengah sakit. Itu membuat saya selalu menangis saat wawancara,” katanya.
Namun perasaan tersebut selalu ditepisnya dengan semangat bahwa bukunya nanti bisa berguna bagi banyak orang.
Tak Pernah Mematok Sukses
Hingga saat ini, penghasilan di dunia menulis bisa membuahkan materi yang berlimpah. Lewat penjualan sebuah buku, AE tak lagi pusing memikirkan kehidupannya selama setahun penuh. Uangnya pun masih bisa dipakai membeli mobil, rumah, serta menggaji enam orang karyawan.
Namun, berlimpah materi bukanlah kesuksesan seorang AE. “Saya takut kalau sukses karena materi, saya akan sadar bahwa materi yang membesarkan saya, dan saya tidak mau seperti itu.” tuturnya.
AE mengartikan sukses merupakan sebuah kebahagiaan. “Ketika buku KD laris, saya merasa sukses. Ketika Bu Ani minta dibuatkan biografi, saya merasa sukses. Jadi untuk saya sukses itu adalah sesuatu yang tidak ada patokannya.” katanya.
Wanita yang hobi shopping dan bergaul dengan anak muda tersebut juga merasa bersyukur kesuksesan yang diraihnya bisa dicapai si usia matang.
“Mungkin kalau saya mencapai itu semua saat usia saya 20-an, saya akan jadi orang yang sombong. “ ujarnya.
Harapan ke depan yang belum tercapai ialah ingin go internasional. “Saya ingin buku saya juga bisa dinikmati oleh orang-orang di luar negeri, “ katanya.
Usaha tersebut akan dimulainya dengan menerbitkan buku edisi bahasa Indonesia dan bahasa Inggris.
“Nggak tahu kenapa, saya waktu itu hanya berpikir ternyata pekerjaan menulis itu full dan fun banget,” katanya ketika dijumpai di kawasan Cilandak, Jakarta Selatan.
Tahun 1994, ia bekerja di Majalah Hidup. Setelah itu, ia melanjutkan karirnya menjadi wartawan di majalah Femina selama 10 tahun. AE juga sempat menjadi pemimpin redaksi majalah Prodo. Akhirnya di tahun 2003, ia mulai berpikir untuk lebih mandiri.
“Saya ingin punya nama sendiri, walaupun di Femina namanya sudah besar, tetapi rasanya seperti ada yang kurang.” katanya.
Akhirnya ia memutuskan untuk membuat buku. Lalu Krisdayanti menawarinya untuk membuat biografi. Itulah cikal-bakal pertamanya sebagai penulis buku.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar