Koleksi kebayanya terkenal dengan rancangan yang elegan, charming, glamour, dan berkarakter. “Saya begitu bahagia melihat wanita bisa tampil cantik dan percaya diri dengan apa yang ia kenakan, karena tidak ada wanita yang tidak cantik, yang ada hanyalah wanita yang tidak tahu bagaimana membuat dirinya menjadi cantik.” Ujarnya. ketika dijumpai di Gedung Smesco, Jakarta Selatan.
Pemilik 4 line fashion bertajuk Royal Sulam (kebaya masterpiece), Royal Kaftan (Luxury Moslem Wear), Victoria Couture (Party Dress), dan Morocco (Moslem Wear) ini juga sempat menjabat sebagai sebagai Brand Ambassador & Private Partner Swarovski Crystal Indonesia.
Kesuksesan yang diraihnya menurutnya ialah karunia Tuhan yang harus senantiasa disyukuri dan dibagi kepada orang lain. “Sekarang kegiatan saya membuat program mengajar gratis untuk kaum dhuafa dan tuna rungu, agar mereka memiliki skill.” Tutur wanita yang dijuluki masterpiece kebaya tersebut.
Kreatif dan inovatif dari kecil
Sewaktu bersekolah di SMP 73, Tebet, murid-murid di sekolahnya ditugaskan untuk membuat piyama. Teman-teman lainnya membuat piyama klasik, dengan model satu setel atasan lengan panjang dan celana panjang.
Karena kejadian tersebut, ia ditertawakan teman-teman sekelasnya, Ia pun kerap menjadi bahan ledekan teman-temannya. Akibatnya, istri Atmanto tersebut tak mendapatkan nilai dari pelajaran tata busananya karena ia tak mau membuat piyama dengan desain yang klasik.
Siapa sangka, sikap keras kepalanya tersebut menjadikannya sesukses sekarang. Lulus SMP, ia meneruskan sekolah ke SMA 3, Jakarta.
Ketika duduk di bangku kelas 2, Amy mendapat beasiswa dari ASS (America Self Services) di Cost Holbert Senior High School, Australia selama dua tahun.
Tahun 1989, Amy lulus SMA. Ia pun memilih untuk kuliah di Akademi Sekretaris Tarakanita. Akibat IQ nya yang selalu di atas rata-rata, lagi-lagi Amy mendapatkan beasiswa untuk meneruskan pendidikan di University of Technology Sydney jurusan Communication and Law Business.
Lulus kuliah, Amy kembali ke Indonesia. Ia sempat menjadi reporter di RCTI. Amy juga pernah menjajal menjadi Coorporate Comunication Head di sebuah rumah produksi.
Tahun 1997, ia tertarik untuk menjadi konsultan part time bidang yang bergerak di bidang business plan. Di sana, Amy bertugas untuk merancang bisnis untuk orang-orang yang mau mengembangkan bisnis di Indonesia.
Berkarir tanpa melupakan keluarga
Usaha yang dijalaninya selama 5 tahun pun berkembang pesat. Saat ini ia memiliki 98 orang karyawan, termasuk outsourcing.
Dengan demikian, Amy tak pernah melewatkan waktunya bersama keluarga. Karena butik yang berlokasi di Tebet Timur Raya no.46 tersebut sekaligus menjadi rumahnya.
Rangkul kaum dhuafa untuk kreatif
Amy begitu terinspirasi dari apa yang pernah disampaikan Ibu Negara, Any Yudhoyono bahwa sebagai generasi muda harus memajukan industry kreatif serta membuat dan menciptakan Indonesia pintar. “Dan saya baru mulai do the balancing, dengan mengajar dhuafa dan tuna rungu. Kemudian saya lakukan itu secara pribadi.” Katanya.
Sekarang, ia disibukkan dengan mengajar workshop kreatifitas payet dan menjadi pembicara di beberapa workshop entrepreneurship, serta mengajar kaum dhuafa dan tuna rungu. Ia bekerjasama dengan berbagai perusahaan yang menjalankan Corporate Social Responsibility (CSR).
Dari situ, kaum dhuafa dan tuna rungu mendapatkan sertifikat khusus darinya. “Saya senang mendengar mereka bisa memayet sambil menunggu warung bakso. Jadi ilmu saya berguna untuk mereka” jelasnya.
Betapa bahagianya Amy ketika melihat anak didiknya mampu memberikan sebuah selendang hasil kerja keras mereka. Kebahagiaan semakin lengkap tatkala Yenny mau memakai selendang di hari pernikahannya.
Keseimbangannya dalam menjalani karir untuk membahagiakan keluarga dan sesama bisa menjadi inspirasi untuk anda dalam mewujudkan suatu keinginan yang tak sekedar angan-angan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar