Dibalik ketegasannya, sosok wanita ini begitu smart, dan ramah. Membuat saya betah berbincang hingga berjam-jam.
Mulai dari perbatasan wilayah negara, banyaknya pengangguran, hingga meledaknya gas 3 kg di berbagai daerah. Menanggapi hal tersebut, jawabannya sederhana, Christina menganggap hal itu lahir dari kesejahteraan bangsa yang belum merata.
“Kalau bangsa Indonesia sejahtera, otomatis keadaan tersebut minim sekali terjadi. Kalau bangsa Indonesia sejahtera, pasti rakyat akan cinta dengan negaranya. Lihat saja di perbatasan Indonesia-Malaysia, orang-orang Indonesia merasa nyaman berada di Malaysia, karena disana mereka lebih merasa diperhatikan dan sejahtera,“ terang wanita kelahiran 24 Juli 1955 tersebut.
Saat ini Christina menjabat sebagai Plt. Diputi VI bidang Rekonsiliasi dan Kesbang Menko Polhukam. Ia dipercaya menjadi Staf Ahli Menko Polhukam Bidang Ideologi dan Konstitusi yang membidangi Kesatuan Bangsa.
Christina pernah menerima penghargaan bergengsi, sebagai Laksamana di jajaran tubuh TNI AL. Pangkatnya setara dengan Jendral di struktur TNI AD.
Karena hal tersebut, ia sempat meraih penghargaan “Bukan Perempuan Biasa” versi sebuah majalah.
Nyemplung ke Laut
Hingga saat ini, Christina masih berada di bawah jaringan TNI AL. Perkenalannya dengan angkatan laut sungguh tak terduga. Bahkan, cita-citanya bukan menjadi TNI, namun ingin menjadi perawat.
Selesai mengenyam pendidikan di S1 di Fakultas Kesehatan Masyarakat di Universitas Indonesia, ia diajak temannya mendaftarkan diri masuk Korps Wanita Angkatan Laut (KOWAL) di kampusnya.
Christina pun iseng mendaftar. Nasib baik berada padanya. Ia lulus. Kebingungan pun melanda, lantaran tak mengerti sama sekali tentang kehidupan menjadi tentara, namun Christina hanya optimis menjalani pilihannya dengan maksimal.
“Padahal saya mengerti tentara juga tidak. Berenang juga hanya bisa seadanya,” katanya sambil tertawa.
Berbekal ajaran disiplin tinggi dari keluarganya semenjak kecil, Christina tidak mengalami kesulitan ketika berada di bawah tekanan pendidikan Angkatan Laut yang keras dan serba disiplin.
“Dari kecil, saya sudah diajarkan kerja keras. Kalau jam istirahat, saya harus memasak nasi dan sayur. Waktunya tidur siang, ya harus tidur. Ketika pulang sekolah, kami pergi ke ladang sehingga ketika masuk pendidikan, saya sudah terbiasa,” jelasnya.
Berkat kerja kerasnya, ia lantas diangkat menjadi Laksamana wanita yang pertama di Indonesia.
“Saya dulu tidak pernah bermimpi untuk menjadi Laksamana. Karena Laksamana itu suatu pangkat yang tidak mudah didapatkan. Yang ada di pikiran saya, bagaimana saya bekerja maksimal. Itu yang selalu menginspirasi saya,” terangnya.
Christina pun melanjutkan pendidikannya. Ia lalu mengambil S2, Master of Public Health di Tulane University, New Orleans, Lousiana, USA.
Sepulangnya dari USA, ia langsung mendapat tawaran untuk menjadi Perwira Operasi Pengajaran tahun 1982-1985 di Sekolah TNI AL. Pada tahun 1987-1989, ia menjabat sebagai Perwira Staf di Direktorat kesehatan, Mabes TNI AL, Jakarta.
Lalu di tahun 1992-1995, ia dipercaya menjadi Komandan Kesatrian Kowal di Jakarta. Christina juga sempat menjadi Direktur Sekolah Kesehatan TNI AL tahun 1995-1996 serta menjadi Perwira Staf Personil di Lantamal V, Jayapura.
Tahun 1997-1999, ia berhasil duduk di DPR sebagai anggota DPR/MPR RI komisi I yang ketika itu membidangi hukum, luar negeri dan penerangan.
Periode kedua, dirinya kembali menjadi anggota/ sekretaris fraksi TNI/ Polri di DPR/MPR RI tahun 1999-2004.
Pada tahun 2005, ia pun menjabat sebagai ASDEP I/II Bidang Diplomasi Publik, Kemenko Polhukam. Dan tahun 2006 hingga sekarang, Christina dipercaya menjadi Staf Ahli Menko Polhukam Bidang Ideologi dan Konstitusi.
Christina pun dituntut untuk bisa memerankan banyak karakter. Sebagai anggota TNI AL, ia harus bisa menjaga lembaganya dengan berkelakuan baik. Sebagai staf ahli, ia harus bisa berkoordinasi. Sedangkan untuk kesatuan bangsa, ia harus mampu menjaga kredibilitasnya dengan baik.
Sebagai anggota TNI AL, Christina berharap pembangunan angkatan laut mengikuti kondisi bangsa.
“ 2/3 bangsa ini terdiri dari laut. Saya berharap ke depan visi pembangunan Indonesia mengikuti visi pembangunan maritim,” demikian impiannya
Selalu Ingat Tuhan dan Keluarga
Di sela-sela kesibukannya, Christina selalu menyempatkan waktu untuk berada di tengah keluarganya. Ia mengajarkan kepada kelima anaknya untuk selalu makan bersama di meja makan.
Di sanalah, keakraban dengan keluarganya dimulai. “Ketika keluarga membutuhkan, saya harus bisa mengatur waktu antara keluarga dan karir saya,” kata wanita yang hobi membaca tersebut.
Karena kesibukannya berkarir, keluarga juga kerap komplain, tetapi lagi-lagi ia harus menjelaskan bahwa pekerjaan dan keluarga sama pentingnya. Karenanya, ia tak pernah menomor duakan keluarga.
“Sebisa mungkin saya jelaskan kepada mereka bahwa pekerjaan saya itu tidak sembarangan. 24 jam bisa-bisa untuk bekerja, sehingga mereka memahami,” ujarnya.
Kapanpun dan di mana pun, Christina juga tak pernah lupa untuk selalu berdoa, agar ia bisa selamat dan bekerja sebaik mungkin.
"Saya orang yang sangat takut akan Tuhan," katanya sambil tersenyum.
Sukses Berkat Usaha sendiri
Hidup Christina begitu penuh akan kerja keras. Tak heran, ia begitu miris melihat banyaknya generasi muda yang mau sukses tanpa bersusah payah.
“Sukses bagi saya adalah mencapai sesuatu yang tidak mudah dicapai, dan hasil jerih payah sendiri, bukan hasil kedekatan. Saya selalu berusaha mencapai kesuksesan berdasarkan hasil jerih payah sendiri, bukan pendekatan dengan orang tertentu,” ceritanya.
Ia menegaskan sebagai generasi muda, untuk tak pernah merasa rugi untuk berbuat baik dan bekerja maksimal.
“Karena mungkin hadiahnya tidak sekarang. Motto saya adalah bekerja keras dan bekerja cerdas,” katanya.
Banyaknya anak muda yang ingin sukses secara instan membuatnya geleng-geleng kepala.
“Saya tidak habis pikir, demi mendapatkan uang, banyak generasi muda menjual narkoba. Kenapa sih mereka tidak mau susah sedikit demi meraih sukses?” tegasnya.
Rencana ke depan, Christina ingin berkarir di bidang pemberdayaan. Ia ingin memberikan motivasi kepada anak muda melalui pengajaran.
Tak terasa waktu pun bergulir begitu cepat. Ponsel sang Laksamana terus bendering. Menandakan ia harus meeting dengan anak buahnya. Obrolan kami pun terpaksa harus berakhir.
Sosok sang Laksamana begitu menginspirasi saya untuk terus bekerja keras dan pantang menyerah.
Mulai dari perbatasan wilayah negara, banyaknya pengangguran, hingga meledaknya gas 3 kg di berbagai daerah. Menanggapi hal tersebut, jawabannya sederhana, Christina menganggap hal itu lahir dari kesejahteraan bangsa yang belum merata.
“Kalau bangsa Indonesia sejahtera, otomatis keadaan tersebut minim sekali terjadi. Kalau bangsa Indonesia sejahtera, pasti rakyat akan cinta dengan negaranya. Lihat saja di perbatasan Indonesia-Malaysia, orang-orang Indonesia merasa nyaman berada di Malaysia, karena disana mereka lebih merasa diperhatikan dan sejahtera,“ terang wanita kelahiran 24 Juli 1955 tersebut.
Saat ini Christina menjabat sebagai Plt. Diputi VI bidang Rekonsiliasi dan Kesbang Menko Polhukam. Ia dipercaya menjadi Staf Ahli Menko Polhukam Bidang Ideologi dan Konstitusi yang membidangi Kesatuan Bangsa.
Christina pernah menerima penghargaan bergengsi, sebagai Laksamana di jajaran tubuh TNI AL. Pangkatnya setara dengan Jendral di struktur TNI AD.
Karena hal tersebut, ia sempat meraih penghargaan “Bukan Perempuan Biasa” versi sebuah majalah.
Nyemplung ke Laut
Hingga saat ini, Christina masih berada di bawah jaringan TNI AL. Perkenalannya dengan angkatan laut sungguh tak terduga. Bahkan, cita-citanya bukan menjadi TNI, namun ingin menjadi perawat.
Selesai mengenyam pendidikan di S1 di Fakultas Kesehatan Masyarakat di Universitas Indonesia, ia diajak temannya mendaftarkan diri masuk Korps Wanita Angkatan Laut (KOWAL) di kampusnya.
Christina pun iseng mendaftar. Nasib baik berada padanya. Ia lulus. Kebingungan pun melanda, lantaran tak mengerti sama sekali tentang kehidupan menjadi tentara, namun Christina hanya optimis menjalani pilihannya dengan maksimal.
“Padahal saya mengerti tentara juga tidak. Berenang juga hanya bisa seadanya,” katanya sambil tertawa.
Berbekal ajaran disiplin tinggi dari keluarganya semenjak kecil, Christina tidak mengalami kesulitan ketika berada di bawah tekanan pendidikan Angkatan Laut yang keras dan serba disiplin.
“Dari kecil, saya sudah diajarkan kerja keras. Kalau jam istirahat, saya harus memasak nasi dan sayur. Waktunya tidur siang, ya harus tidur. Ketika pulang sekolah, kami pergi ke ladang sehingga ketika masuk pendidikan, saya sudah terbiasa,” jelasnya.
Berkat kerja kerasnya, ia lantas diangkat menjadi Laksamana wanita yang pertama di Indonesia.
“Saya dulu tidak pernah bermimpi untuk menjadi Laksamana. Karena Laksamana itu suatu pangkat yang tidak mudah didapatkan. Yang ada di pikiran saya, bagaimana saya bekerja maksimal. Itu yang selalu menginspirasi saya,” terangnya.
Christina pun melanjutkan pendidikannya. Ia lalu mengambil S2, Master of Public Health di Tulane University, New Orleans, Lousiana, USA.
Sepulangnya dari USA, ia langsung mendapat tawaran untuk menjadi Perwira Operasi Pengajaran tahun 1982-1985 di Sekolah TNI AL. Pada tahun 1987-1989, ia menjabat sebagai Perwira Staf di Direktorat kesehatan, Mabes TNI AL, Jakarta.
Lalu di tahun 1992-1995, ia dipercaya menjadi Komandan Kesatrian Kowal di Jakarta. Christina juga sempat menjadi Direktur Sekolah Kesehatan TNI AL tahun 1995-1996 serta menjadi Perwira Staf Personil di Lantamal V, Jayapura.
Tahun 1997-1999, ia berhasil duduk di DPR sebagai anggota DPR/MPR RI komisi I yang ketika itu membidangi hukum, luar negeri dan penerangan.
Periode kedua, dirinya kembali menjadi anggota/ sekretaris fraksi TNI/ Polri di DPR/MPR RI tahun 1999-2004.
Pada tahun 2005, ia pun menjabat sebagai ASDEP I/II Bidang Diplomasi Publik, Kemenko Polhukam. Dan tahun 2006 hingga sekarang, Christina dipercaya menjadi Staf Ahli Menko Polhukam Bidang Ideologi dan Konstitusi.
Christina pun dituntut untuk bisa memerankan banyak karakter. Sebagai anggota TNI AL, ia harus bisa menjaga lembaganya dengan berkelakuan baik. Sebagai staf ahli, ia harus bisa berkoordinasi. Sedangkan untuk kesatuan bangsa, ia harus mampu menjaga kredibilitasnya dengan baik.
Sebagai anggota TNI AL, Christina berharap pembangunan angkatan laut mengikuti kondisi bangsa.
“ 2/3 bangsa ini terdiri dari laut. Saya berharap ke depan visi pembangunan Indonesia mengikuti visi pembangunan maritim,” demikian impiannya
Selalu Ingat Tuhan dan Keluarga
Di sela-sela kesibukannya, Christina selalu menyempatkan waktu untuk berada di tengah keluarganya. Ia mengajarkan kepada kelima anaknya untuk selalu makan bersama di meja makan.
Di sanalah, keakraban dengan keluarganya dimulai. “Ketika keluarga membutuhkan, saya harus bisa mengatur waktu antara keluarga dan karir saya,” kata wanita yang hobi membaca tersebut.
Karena kesibukannya berkarir, keluarga juga kerap komplain, tetapi lagi-lagi ia harus menjelaskan bahwa pekerjaan dan keluarga sama pentingnya. Karenanya, ia tak pernah menomor duakan keluarga.
“Sebisa mungkin saya jelaskan kepada mereka bahwa pekerjaan saya itu tidak sembarangan. 24 jam bisa-bisa untuk bekerja, sehingga mereka memahami,” ujarnya.
Kapanpun dan di mana pun, Christina juga tak pernah lupa untuk selalu berdoa, agar ia bisa selamat dan bekerja sebaik mungkin.
"Saya orang yang sangat takut akan Tuhan," katanya sambil tersenyum.
Sukses Berkat Usaha sendiri
Hidup Christina begitu penuh akan kerja keras. Tak heran, ia begitu miris melihat banyaknya generasi muda yang mau sukses tanpa bersusah payah.
“Sukses bagi saya adalah mencapai sesuatu yang tidak mudah dicapai, dan hasil jerih payah sendiri, bukan hasil kedekatan. Saya selalu berusaha mencapai kesuksesan berdasarkan hasil jerih payah sendiri, bukan pendekatan dengan orang tertentu,” ceritanya.
Ia menegaskan sebagai generasi muda, untuk tak pernah merasa rugi untuk berbuat baik dan bekerja maksimal.
“Karena mungkin hadiahnya tidak sekarang. Motto saya adalah bekerja keras dan bekerja cerdas,” katanya.
Banyaknya anak muda yang ingin sukses secara instan membuatnya geleng-geleng kepala.
“Saya tidak habis pikir, demi mendapatkan uang, banyak generasi muda menjual narkoba. Kenapa sih mereka tidak mau susah sedikit demi meraih sukses?” tegasnya.
Rencana ke depan, Christina ingin berkarir di bidang pemberdayaan. Ia ingin memberikan motivasi kepada anak muda melalui pengajaran.
Tak terasa waktu pun bergulir begitu cepat. Ponsel sang Laksamana terus bendering. Menandakan ia harus meeting dengan anak buahnya. Obrolan kami pun terpaksa harus berakhir.
Sosok sang Laksamana begitu menginspirasi saya untuk terus bekerja keras dan pantang menyerah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar