Beratnya cobaan hidup menjadikan semangat baru bagi seorang dr .Deby Susanti Vinski. Kiprahnya berjuang memperkenalkan dunia anti aging di Indonesia sempat mengalami beberapa kendala. Namun, Deby tetap optimis, dan hasilnya, ia berhasil menjadi pelopor ilmu anti aging di Indonesia.
Jika di dunia kecantikan tradisional, kita mengenal nama-nama seperti Martha Tilaar dan Moeryati Soedibyo, kini di dunia kecantikan modern, Indonesia memiliki seorang dokter specialist anti aging pertama. Dia adalah dr. Deby Susanti Vinski.
Di Indonesia, mungkin nama dr. Deby Susanti Vinski mungkin hanya dikenal oleh kalangan tertentu, terutama para wanita.Wajar saja, karena Deby lebih dikenal karena menangani para wanita yang bermasalah terhadap penuaan dini. Tapi di dunia internasional, namanya melambung, hingga mampu mengharumkan nama Indonesia di dunia kesehatan.
Bulan Mei tahun ini, ia mempelopori World Society of Anti Aging Medicine (WOSAAM) atau konggres anti aging pertama yang dihadiri oleh 500 peserta dari 15 negara di dunia. Namun, perjalanannya bukan tanpa hambatan. Lika-liku pahit sempat dijalaninya hingga meraih sukses di dunia kesehatan.
Ditentang orangtua
Apakah anda pernah mendengar ilmu tentang anti aging? Anti aging sebenarnya merupakan multi disiplin ilmu. Dalam dunia kesehatan, anti aging mempelajari kesehatan sejak dini, mulai dari kesehatan luar hingga dalam tubuh. Bedanya anti aging dengan ilmu kedokteran yang lain, ialah dalam anti aging diajarkan segala hal berbau positif, seperti selalu tersenyum, berpikir positif, dan bergaya hidup sehat semenjak dini.
Seorang dokter spesialis anti aging, diharamkan untuk tampil berantakan, sebaliknya, ia harus selalu tersenyum, dan ramah terhadap pasien. Pantas saja, Deby selalu terlihat cantik dan fresh di hadapan para pasiennya.
Ketertarikan dokter bermata indah tersebut dalam mempelajari anti aging, terbentuk ketika ia melihat ayahnya sakit stroke di usia 60 tahun. “Saya sedih sekali. Pada saat itu, ayah yang biasanya aktif dan gesit, tiba-tiba tak berdaya,” katanya ketika dijumpai di klinik sekaligus tempat tinggalnya di wilayah Permata Hijau, Jakarta Barat.
Dari situ, Deby belajar, bahwa ridak ada obat ampuh yang bisa menangani penyakit stroke. Deby pun belajar tentang ilmu yang terbilang baru di dunia.
Akhirnya, ia pun berhasil. Bukan hanya sang ayah yang mampu disembuhkan, tetapi pasien-pasien lain juga mampu sehat kembali, mulai dari keremajaan pikiran, sehingga bisa kembali berprestasi.
Dalam memperlajari hal tersebut, wanita kelahiran Makassar 9 November 1967 ini sempat mengalami bentrok dengan orangtuanya. Sang ibu, menentang, dan ingin Deby bisa memilih disiplin ilmu yang sudah ada.
“Karena waktu itu, saya ambil kuliah kedokteran, Mami ingin saya mengambil jurusan yang sudah dikenal saja, seperti dokter spesialis kulit dan kelamin, dokter jantung, pokoknya yang sudah ada di Indonesia, tapi saya nggak mau, dan saya tetep kekeuh dengan pilihan saya, sehingga akhirnya ibu saya pasrah saja pada pilihan saya,” katanya
Akhirnya, wanita lulusan Fakultas Kedokteran Universitas Sam Ratulangi tersebut melanjutkan studinya dengan mengambil jurusan International Hormone Specialist di Brussel, Belgia. Tak cukup di situ, ia lalu mengambil jurusan spesialis anti aging di WOSAAM, Paris, Perancis tahun 2006-2008.
Pulang ke Indonesia, Deby lantas berhasil meyakinkan keluarganya bahwa ilmu kedokteran yang dipilihnya juga mampu dijadikan sandaran hidup, karena ilmu anti aging ternyata mendapat sambutan yang baik di Indonesia.
Ingin menjadi perintis
Sebelum dikenal luas sebagai dokter, Deby adalah seorang pengusaha. Jiwa usahawan sudah terlihat sejak dirinya kecil. Karena itu, di usia 12 tahun, Deby sudah diperkenalkan pada dunia bisnis oleh sang ayah, yang kebetulan juga adalah pengusaha.
Hingga saat ini, ia sukses menggawangi beberapa bidang usaha. Diantaranya, sebagai President-Director PT. Eradunia Interperdana, selain itu, ia juga menjadi Chief Executive Officer PT Eradunia International Group. Kegiatan lainnya, ia sempat menjadi Rektor di Sedaya International University, Jakarta, yang merupakan share holder dari Auston Group, Singapore.
Kesibukan lainnya, tentu saja menjadi President di Indonesian Institute of Aesthetic & Anti-Aging Medicine serta Founder di Indonesian Anti-Aging Society. Melihat perkembangan karirnya, Deby rasanya memang ingin menjadi seorang perintis, ketimbang pengikut.
“Saya sadar harus menjadi leader, begitu papa saya sakit, memang belum cukup ilmu saya. Saya sadar bahwa negara saya butuh. Daripada saya ngomel-ngomel sama pemerintah mengenai apa yang tidak ada, lebih baik saya merintisnya.” katanya mengenai jiwa seorang leader yang tumbuh dalam dirinya.
Namun, menjadi pelopor terkadang membuatnya merasa sendirian. Ketika ia menghadiri pertemuan dengan para dokter, para dokter selalu berkumpul dengan anggota-anggota lain seprofesinya. Hanya Deby yang tidak memiliki perkumpulan dokter spesialis anti aging, Tetapi di saat itu, orang-orang terdekatnya sempat memberi dukungan. Dari Dewi Motik, Martha Tilaar, hingga ibu Ani Yudhoyono memberi support pada dirinya untuk tak takut merasa sendiri demi melakukan hal positif.
Ke depannya, wanita yang hobi scuba diving tersebut berencana membuka program studi Master of Anti Aging di Universitas Padjajaran, Bandung, dan Universitas Kristen Indonesia, Jakarta.
Keterpurukan yang pernah dijalaninya saat ayahnya jatuh sakit berhasil memberinya inspirasi. Deby pun menganggap sebuah kesuksesan ketika ia berhasil bangun dari keterpurukan tersebut.
Selain itu, Deby mendefenisiskan sebuah kesuksesan, ketika ia mampu menyejahterakan karyawannya. “Sukses berarti bisa menyelesaikan segala masalah dan berhasil bangun dari kegagalan anda. Kesuksesan yang lain, adalah ketika saya tidak pernah telat membayar gaji karyawan,” katanya sambil tertawa.
Ternyata menjadi pelopor bisa dilakukan dengan semangat tinggi dan perjuangan untuk terus belajar.
Penghargaan yang pernah diraih dr Deby Susanti Vinski
Kartini Award from Madame President Susilo Bambang Yudhoyono, Kategori Ilmu pengetahuan (2009) sebagai Pelopor Kedokteran Anti-Aging Indonesia
Executive Award (Anugerah Citra Executive Indonesia 1999)
Tourism Award (Anugerah Karya Wisata Indonesia 1997)
Best Dressed Woman (1996) from YAPMI
Best Alumni (1993) from John Robert Powers International
Jumat, 13 Januari 2012
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Pelopor Anti-Aging Indonesia, yang saya tahu adalah Prof. Dr. dr. Wimpie Pangkahila, SpAnd. FAACS. yang membuka Master Degree of Anti-Aging Medicine yang PERTAMA DI DUNIA pada tahun 2007 [Masuk Guiness Book of Record] di Universitas Udayana di Denpasar, Bali.
BalasHapusMungkin informasi ini menjadi masukan buat penulis blog untuk memperbaharui tulisannya di blog ini.
bisa ndak lulusan kesehatan bukan dokter melanjutkan ke magister anti aging?trims
BalasHapusSepengetahuan saya di FK Udhyana termasuk peminatan dibawah biomedik, makanya gelarnya M.Biomed bukan M.AAM. Kalau gelar Magister Anti Aging & Aesthetic Medicine sendiri di Indonesia yang pertama kali membawa adalah Prof. Dr. Sudigdo Adi.,dr.,Sp.KK(K) pada tahun 2015 di FK UNPAD , sebelumnya sama seperti Udhyana di bawah Ilmu Kedokteran Dasar dengan gelar M.Kes. Kurikulumnya pun berbeda. Boleh bersinergis antara kedua universitas dan kedua guru besar ini agar dapat saling mengisi kekurangan dan menambah kelebihan.
BalasHapusMau bertanya jika dari sarjana kedokteran gigi apakah bisa ambil peminatan anti aging? Dan jika boleh tau bagaimana untuk perbandingan antara di Unud dan Unpad? Trimakasih
BalasHapus