Cokelat, bukan band yang baru lagi dikenal di jagad music Indonesia. Band ini lekat dengan lagu-lagu nasionalismenya yang langsung diminati seluruh penggemarnya, bahkan juga semua bangsa Indonesia.
Ketika semangat nasionalisme anak muda kurang terdengar, tiba-tiba grup band Cokelat menelurkan single mereka, berjudul Bendera. Ketika single ini langsung menanjak, dan seketika seperti menjadi lagu kebangsaan di era modern.
Selain sarat dengan lirik-lirik patah hati, Cokelat terkenal dengan lagu-lagu nasionalismenya. Salah satunya, ya lewat single Bendera tadi.
Spirit nasionalisme tersebut juga diakui Sarah Hadju, selaku vokalis anyar band tersebut. “Semenjak saya masuk Cokelat, jiwa nasionalisme saya lebih terasa," katanya.
Di album yang sama, berjudul Untukmu Indonesia-ku, yang dirilis pada tahun 2006, Cokelat sepertinya ingin mendedikasikan lagu-lagu nya untuk Indonesia. Terbukti pada album tersebut, lagu-lagu lawas yang sarat akan pesan nasionalisme di aransemen ulang menjadi lagu nasional ala Cokelat.
Sebut saja, Hari Merdeka, Kebyar-Kebyar, Satu Nusa Satu Bangsa, dan lain sebagainya.
“Sekarang kita juga sedang ditawari untuk membuat lagu bertema nasionalisme untuk soundtrack film,” tutur Febrianto Nugroho Surjono, atau yang akrab disapa Ronny, bassist Cokelat
Menjumpai Cokelat ketika mereka tengah latihan, menjadi hari ngobrol paling asyik bagi saya. Kami ngobrol dengan santai di salah satu studio latihannya yang terletak di kawasan Dharmawangsa, Jakarta Selatan.
Di sana, Cokelat juga sedang mengerjakan materi lagu barunya. Erwin, dan Ronny terlihat santai mengenakan kaos oblong dipadu dengan jeans dan sepatu kets. Sedangkan Ernest mengenakan celana pendek dan jacket. Sementara Sarah tampak casual mengenakan tank top dan celana pendek.
Ruangan seluas sekitar 4x6 meter tersebut menjadi tempat kongkow dan inspirasi bermusik mereka. Walaupun terlihat berantakan, namun, di situlah lagu-lagu hits mereka tercipta.
Kami mengobrol dengan sedikit gangguan, dikarenakan para personilnya sedang sibuk latihan. Di sela-sela latihan, satu-persatu personil Cokelat mau menghampiri saya untuk 'diinterogasi 'seputar perjalanan bermusik mereka.
Ganti Personil, Ganti Image
Bulan Maret 2010 menjadi hal yang tak bisa dilupakan bagi semua personil Cokelat. Bagaimana tidak, selama sekitar 12 tahun mengarungi bermusik bersama, tiba-tiba mereka harus kehilangan dua personil sekaligus. Kikan, vokalis, dan Ervin, drummer memutuskan untuk meninggalkan Cokelat.
Sang vokalis, yang telah menjadi image Cokelat memutuskan untuk mengundurkan diri.
“Ketika itu, Kikan minta resign. Tak lama setelah itu, Ervin juga ikut keluar. Pusing juga sih cari vokalis yang memiliki karakter seperti Cokelat. Tapi alhamdulilah, bulan Juni kita sudah dapat vokalis baru.” Kara Ronnie.
Sejak ditinggalkan oleh vokalis dan dummernya, Cokelat lantas menginginkan ganti image. Hal tersebut tampak dalam album barunya, Tanpa Rasa. Karakter suara Kikan, yang sudah menjadi jati diri Cokelat, tiba-tiba harus digantikan oleh personil baru, yaitu Sarah Handju atau lebih dikenal dengan Sarah ‘Idol”.
Suara Kikan yang Cokelat banget, tiba-tiba tergantikan oleh Sarah, dengan suaranya yang serak-serak basah. Range vocal Sarah juga dirasa begitu luas, jika ingin dibandingkan dengan Kikan. Hal tersebut, secara tak disengaja, mengubah warna baru bagi Cokelat.
“Sarah bisa menyanyi semua lagu Cokelat lepas dari bayang-bayang vokalis lama. Dia bernyanyi dengan berbeda. Karena kami ingin ganti voaklis dengan karakter yang beda. Ingin lagu baru punya karakter dan spirit yang berbeda. Dan ternyata berhasil, “ lanjut Ernest.
Dari 120 orang yang ikut dalam audisi tersebut, Sarah terpilih untuk menjadi vokalis baru Cokelat sekitar bulan Juli 2010.
Ketika merilis album barunya, Tanpa Rasa, mereka mengaku deg-degan, takut album barunya tak berhasil di pasaran.
“Kita takut apakah album baru ini bisa diterima oleh fans, media, musisi. Ternyata alhamdulilah semuanya menerima dengan baik. Video kita kerap diputar di televisi, chart di radio juga sangat bagus, “ kata Ronnie.
Namun, pergantian personil ini tak akan mengubah image Cokelat yang sarat akan lagu-lagu bertema nasionalisme. Malahan, mereka saat ini tengah bersiap-siap untuk menelurkan single terbarunya untuk diangkat menjadi soundtrack film yang akan beredar bulan ini.
“Film nya masih rahasia. Tapi temanya masih tentang nasionalisme,” tutur Ernest.
Etos Kerja Baru
Untuk vokalis, saat ini Sarah telah terpilih untuk menjadi motor band tersebut, sementara di posisi drummer, Cokelat masih menggunakan additional, yaitu dari band Omellete.
Akibatnya, penggemar Cokelat juga bertambah. Mereka juga memiliki banyak penggemar baru, Belajar dari hal tersebut, Cokelat juga bekerja dengan gaya baru. Banyak hal baru yang harus dipelajari oleh setiap personilnya.
“ Kita ganti sistem baru. Etos kerja nya juga baru, time plan juga baru. Otomatis karena kita punya respon dari penggemar Cokelat yang baru, respon mereka juga baru,” tutur Ernest.
Proses ini akan terus dilalui Cokelat. Karenanya, mereka berjanji untuk terus berkarya, mengeluarkan lagu-lagu yang terbaik untuk para fans nya.
“Proses penyesuaian ini tidak sebentar dan akan berjalan terus. Sementara musik itu tidak pernah menunggu. Orang menuntut kami bagus, jadi kita akan terus berkarya,” terang Ronnie.
Sukses di hati penggemar
Banyak sekali penghargaan yang diarih Cokelat dari awal terbentuk hingga sekarang. Mereka berhasil menjadi penyanyi terfavorit dalam ajang MTV Asia Awards, tahun 2003. Album-album Cokelat juga tak jarang bisa meraih multi platinum.
Namun, ketika ditanya mengenai definisi suksesnya, para personil Cokelat memiliki pandangan yang sama.
Bahwa kesuksesan bukanlah hitungan album yang tercetak dengan angka yang luar biasa, atau bisa menembus pasar internasional.
Kesuksesan menurut mereka sederhana saja. Bahwa band ini bisa eksis dan dikenal sampai kapanpun.
“Menjaga eksistensi itu sulit. Suksesnya Cokelat adalah ketika eksistensi itu ada terus," kata Ernest.
Ronny, sang bassist kemudian menanggapinya demikian, “Ada banyak band, yang menilai suksesnya dari selling produknya. Saya rasa itu blm pencapaian sukses. Tapa kalau kita lihat seperti Frank Sinatra, sampai saat ini orangnya sudah tidak ada, tetapi lagu-lagunya masih ada,“ katanya.
Obrolan kami pun akhirnya harus berakhir, dikarenakan semua anggota Cokelat harus mulai bersiap-siap untuk latihan dan membicarakan materi lagu baru mereka.
Gonta-ganti personil, rasanya tetap akan membuat Cokelat ada terus di hati para penggemarnya, karena karya mereka akan terus dikenang sepanjang jaman.
Ketika semangat nasionalisme anak muda kurang terdengar, tiba-tiba grup band Cokelat menelurkan single mereka, berjudul Bendera. Ketika single ini langsung menanjak, dan seketika seperti menjadi lagu kebangsaan di era modern.
Selain sarat dengan lirik-lirik patah hati, Cokelat terkenal dengan lagu-lagu nasionalismenya. Salah satunya, ya lewat single Bendera tadi.
Spirit nasionalisme tersebut juga diakui Sarah Hadju, selaku vokalis anyar band tersebut. “Semenjak saya masuk Cokelat, jiwa nasionalisme saya lebih terasa," katanya.
Di album yang sama, berjudul Untukmu Indonesia-ku, yang dirilis pada tahun 2006, Cokelat sepertinya ingin mendedikasikan lagu-lagu nya untuk Indonesia. Terbukti pada album tersebut, lagu-lagu lawas yang sarat akan pesan nasionalisme di aransemen ulang menjadi lagu nasional ala Cokelat.
Sebut saja, Hari Merdeka, Kebyar-Kebyar, Satu Nusa Satu Bangsa, dan lain sebagainya.
“Sekarang kita juga sedang ditawari untuk membuat lagu bertema nasionalisme untuk soundtrack film,” tutur Febrianto Nugroho Surjono, atau yang akrab disapa Ronny, bassist Cokelat
Menjumpai Cokelat ketika mereka tengah latihan, menjadi hari ngobrol paling asyik bagi saya. Kami ngobrol dengan santai di salah satu studio latihannya yang terletak di kawasan Dharmawangsa, Jakarta Selatan.
Di sana, Cokelat juga sedang mengerjakan materi lagu barunya. Erwin, dan Ronny terlihat santai mengenakan kaos oblong dipadu dengan jeans dan sepatu kets. Sedangkan Ernest mengenakan celana pendek dan jacket. Sementara Sarah tampak casual mengenakan tank top dan celana pendek.
Ruangan seluas sekitar 4x6 meter tersebut menjadi tempat kongkow dan inspirasi bermusik mereka. Walaupun terlihat berantakan, namun, di situlah lagu-lagu hits mereka tercipta.
Kami mengobrol dengan sedikit gangguan, dikarenakan para personilnya sedang sibuk latihan. Di sela-sela latihan, satu-persatu personil Cokelat mau menghampiri saya untuk 'diinterogasi 'seputar perjalanan bermusik mereka.
Ganti Personil, Ganti Image
Bulan Maret 2010 menjadi hal yang tak bisa dilupakan bagi semua personil Cokelat. Bagaimana tidak, selama sekitar 12 tahun mengarungi bermusik bersama, tiba-tiba mereka harus kehilangan dua personil sekaligus. Kikan, vokalis, dan Ervin, drummer memutuskan untuk meninggalkan Cokelat.
Sang vokalis, yang telah menjadi image Cokelat memutuskan untuk mengundurkan diri.
“Ketika itu, Kikan minta resign. Tak lama setelah itu, Ervin juga ikut keluar. Pusing juga sih cari vokalis yang memiliki karakter seperti Cokelat. Tapi alhamdulilah, bulan Juni kita sudah dapat vokalis baru.” Kara Ronnie.
Sejak ditinggalkan oleh vokalis dan dummernya, Cokelat lantas menginginkan ganti image. Hal tersebut tampak dalam album barunya, Tanpa Rasa. Karakter suara Kikan, yang sudah menjadi jati diri Cokelat, tiba-tiba harus digantikan oleh personil baru, yaitu Sarah Handju atau lebih dikenal dengan Sarah ‘Idol”.
Suara Kikan yang Cokelat banget, tiba-tiba tergantikan oleh Sarah, dengan suaranya yang serak-serak basah. Range vocal Sarah juga dirasa begitu luas, jika ingin dibandingkan dengan Kikan. Hal tersebut, secara tak disengaja, mengubah warna baru bagi Cokelat.
“Sarah bisa menyanyi semua lagu Cokelat lepas dari bayang-bayang vokalis lama. Dia bernyanyi dengan berbeda. Karena kami ingin ganti voaklis dengan karakter yang beda. Ingin lagu baru punya karakter dan spirit yang berbeda. Dan ternyata berhasil, “ lanjut Ernest.
Dari 120 orang yang ikut dalam audisi tersebut, Sarah terpilih untuk menjadi vokalis baru Cokelat sekitar bulan Juli 2010.
Ketika merilis album barunya, Tanpa Rasa, mereka mengaku deg-degan, takut album barunya tak berhasil di pasaran.
“Kita takut apakah album baru ini bisa diterima oleh fans, media, musisi. Ternyata alhamdulilah semuanya menerima dengan baik. Video kita kerap diputar di televisi, chart di radio juga sangat bagus, “ kata Ronnie.
Namun, pergantian personil ini tak akan mengubah image Cokelat yang sarat akan lagu-lagu bertema nasionalisme. Malahan, mereka saat ini tengah bersiap-siap untuk menelurkan single terbarunya untuk diangkat menjadi soundtrack film yang akan beredar bulan ini.
“Film nya masih rahasia. Tapi temanya masih tentang nasionalisme,” tutur Ernest.
Etos Kerja Baru
Untuk vokalis, saat ini Sarah telah terpilih untuk menjadi motor band tersebut, sementara di posisi drummer, Cokelat masih menggunakan additional, yaitu dari band Omellete.
Akibatnya, penggemar Cokelat juga bertambah. Mereka juga memiliki banyak penggemar baru, Belajar dari hal tersebut, Cokelat juga bekerja dengan gaya baru. Banyak hal baru yang harus dipelajari oleh setiap personilnya.
“ Kita ganti sistem baru. Etos kerja nya juga baru, time plan juga baru. Otomatis karena kita punya respon dari penggemar Cokelat yang baru, respon mereka juga baru,” tutur Ernest.
Proses ini akan terus dilalui Cokelat. Karenanya, mereka berjanji untuk terus berkarya, mengeluarkan lagu-lagu yang terbaik untuk para fans nya.
“Proses penyesuaian ini tidak sebentar dan akan berjalan terus. Sementara musik itu tidak pernah menunggu. Orang menuntut kami bagus, jadi kita akan terus berkarya,” terang Ronnie.
Sukses di hati penggemar
Banyak sekali penghargaan yang diarih Cokelat dari awal terbentuk hingga sekarang. Mereka berhasil menjadi penyanyi terfavorit dalam ajang MTV Asia Awards, tahun 2003. Album-album Cokelat juga tak jarang bisa meraih multi platinum.
Namun, ketika ditanya mengenai definisi suksesnya, para personil Cokelat memiliki pandangan yang sama.
Bahwa kesuksesan bukanlah hitungan album yang tercetak dengan angka yang luar biasa, atau bisa menembus pasar internasional.
Kesuksesan menurut mereka sederhana saja. Bahwa band ini bisa eksis dan dikenal sampai kapanpun.
“Menjaga eksistensi itu sulit. Suksesnya Cokelat adalah ketika eksistensi itu ada terus," kata Ernest.
Ronny, sang bassist kemudian menanggapinya demikian, “Ada banyak band, yang menilai suksesnya dari selling produknya. Saya rasa itu blm pencapaian sukses. Tapa kalau kita lihat seperti Frank Sinatra, sampai saat ini orangnya sudah tidak ada, tetapi lagu-lagunya masih ada,“ katanya.
Obrolan kami pun akhirnya harus berakhir, dikarenakan semua anggota Cokelat harus mulai bersiap-siap untuk latihan dan membicarakan materi lagu baru mereka.
Gonta-ganti personil, rasanya tetap akan membuat Cokelat ada terus di hati para penggemarnya, karena karya mereka akan terus dikenang sepanjang jaman.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar