Mengabdikan hidup pada seni. Itulah yang dilakukan penari dan aktris Nungki Kusumastuti. Sejak dirinya masih kecil, ia sudah diperkenalkan pada dunia seni tari. Lewat tarian tersebut, bakatnya pun terus berkembang ke dunia pendidikan dan juga seni peran.
Jadi penari, aktris, dan juga pengajar merupakan keseharian yang biasa dilakoni Siti Nurhairani Kusumastuti, yang lebih dikenal dengan nama Nungki Kusumastuti. Namun, diantara semua karir tersebut, Nungki lebih klik berprofesi sebagai penari. Bahkan kecintaan pada dunia seni tari membawanya keliling dunia, hingga sempat mendapatkan penghargaan She Can Awards.
“Saya akan melakukan sesuatu di dunia tari sampai sudah tidak mampu lagi, kalau perlu sampai ajal menjemput.” katanya.
Membawa bendera Indonesia hingga kancah internasional membuat Nungki merasa bangga. Namun, hati Nungki sempat terkoyak, manakala di Indonesia, jarang orang memiliki apresiasi besar terhadap sebuah tarian. Padahal, reaksi masyarakat internasional sangat baik untuk mau menikmati seni tari Indonesia.
“Tradisi menari saat ini sudah banyak ditinggalkan masyarakat.” katanya.
Ia pun memiliki pengalaman tak terlupakan saat menari. Tahun 1984, Nungki pergi ke ajang internasional bernama American Dance Festival di North Caroline, Amerika Serikat. Tak disangka, ternyata disana, semua penonton sampai berdiri memberikan applause yang begitu besar.
“Rasanya bangga sekali, karena ternyata pertunjukkan kami dihargai sekali disana.” tutur wanita kelahiran Banda Aceh, 29 Desember 1958 tersebut.
Kenal menari dari orangtua
Mengenal dunia seni tari dijalaninya sejak kecil. Ketika itu, ia baru berusia lima tahun. Namun, Nungki sudah diwajibkan menari oleh kedua orangtuanya, Dr. Sayid Warsito dan Siti Retnorini.
Darah Jawa yang mengalir dari ayah ibunya, membuatnya harus melakoni seni tari. “Karena jaman dahulu, semua anak Jawa diwajibkan bisa menari.” kata wanita yang masih terlihat awet muda tersebut.
Selain itu, orangtua Nungki ingin menumbuhkan apresiasinya terhadap anak-anaknya. Dari mulai menonton seni tari, belajar gerak dan tari, hingga belajar musik. Hal ini kemudian tumbuh menjadi hobi dalam diri Nungki.
Setelah menjadi hobi, Nungki memutuskan untuk menjadi pemikir tari. Ketika itu, ia merasa bisa melakukan sesuatu yang lebih untuk dunia seni tari di Indonesia. Bukan hanya mahir menari, tetapi juga memberikan sesuatu yang berguna bagi orang banyak.
“Saya ingin ada sesuatu yang lebih dan memang berguna bagi banyak orang.” katanya.
Tamat SMU, Nungki melanjutkan pendidikan ke Institut Kesenian Jakarta (IKJ), mengambil jurusan Seni Tari. Ia pun menjadi Sarjana Seni Tari pertama dalam lingkungan IKJ.
Dari sana, ia pun terus mengembangkan sesautu untuk dunia seni tari. Nungki dan kawan-kawan lantas mendirikan Indonesian Dance Festival. Di sini, ia berperan sebagai salah satu pendiri, dan juga penyandang dana.
“Saya ingin berbuat sesuatu untuk negara ini, tidak tahu apakah itu bisa dilihat orang atau tidak, menurut saya itu tidak penting. Saya hanya ingin melakukan sesuatu, dan ada hasilnya.” terangnya.
Menjajal Seni Peran
Darah seni yang mengalir sejak kecil, menjadikan Nungki jatuh cinta terhadap seni, apapun itu. Setelah mengenal seni tari, ia pun menjajal kemampuannya di seni peran.
Karena sudah diajari akting sedikit-sedikit, maka saat duduk di bangku kuliah, Nungki sudah mulai diajak main film. Rembulan dan Matahari, merupakan film pertamanya, yang dibintangi tahun 1979.
Sejak saat itu, tawaran bermain film pun makin laris hingga saat ini. Beberapa sinetron juga dibintanginya, salah satunya ialah Sinar, yang saat ini tayang di salah satu stasiun televisi swasta.
Seperti sinetron lain, Nungki berperan sebagai orang miskin. “Sepertinya karakter orang miskin memang cocok diperankan oleh saya, mungkin karena badan saya kurus ya.” katanya sambil tertawa.
Mengenai akting, Nungki juga tak mau melakukannya setengah-setengah. Menurutnya, dalam satu film atau sinetron, melakukan akting harus total, baik itu sebagai pemeran utama, ataupun pemeran pembantu.
“Berakting harus total. Karena itu yang harus dijual dan akan membuat film Indonesia laku dan sang artis bisa berkelanjutan hidupnya di lahan keartisan film.” katanya.
Dedikasikan Hidup untuk Dunia Tari
Ditanya mengenai arti kesuksesan, Anggota Dewan Kesenian Jakarta periode 1993-1996 dan 1997-2000 ini hanya tersenyum. Menurutnya kesuksesan merupakan penilaian orang lain.
“ Saya memang kebetulan diberikan kesempatan oleh Allah untuk melakukan banyak hal. Saya hanya melakukan saja. Dan kalau merasa sudah tidak bisa, ya sudah. Tetapi kalau tari, ini sudah jadi bagian yang mendarah daging. Dan saya ingin mendedikasikan hidup untuk tari.” terangnya.
Bagi anda yang tertarik menjadi penari professional, kuncinya mudah saja. Menurut Nungki, modal utama hanyalah minat dan niat. Dari situ, nanti akan berkembang, dan menjadi sebuah bakat, sehingga mnejadi suatu skill, yang diasah sedemikian rupa, sehingga akan melahirkan suatu mental yang baik, dan berkomitmen terhadap profesinya.
Dedikasi total pada dunia seni membuat Nungki Kusumastuti masih punya tempat di hati penikmat seni nasional dan internasional.
Jadi penari, aktris, dan juga pengajar merupakan keseharian yang biasa dilakoni Siti Nurhairani Kusumastuti, yang lebih dikenal dengan nama Nungki Kusumastuti. Namun, diantara semua karir tersebut, Nungki lebih klik berprofesi sebagai penari. Bahkan kecintaan pada dunia seni tari membawanya keliling dunia, hingga sempat mendapatkan penghargaan She Can Awards.
“Saya akan melakukan sesuatu di dunia tari sampai sudah tidak mampu lagi, kalau perlu sampai ajal menjemput.” katanya.
Membawa bendera Indonesia hingga kancah internasional membuat Nungki merasa bangga. Namun, hati Nungki sempat terkoyak, manakala di Indonesia, jarang orang memiliki apresiasi besar terhadap sebuah tarian. Padahal, reaksi masyarakat internasional sangat baik untuk mau menikmati seni tari Indonesia.
“Tradisi menari saat ini sudah banyak ditinggalkan masyarakat.” katanya.
Ia pun memiliki pengalaman tak terlupakan saat menari. Tahun 1984, Nungki pergi ke ajang internasional bernama American Dance Festival di North Caroline, Amerika Serikat. Tak disangka, ternyata disana, semua penonton sampai berdiri memberikan applause yang begitu besar.
“Rasanya bangga sekali, karena ternyata pertunjukkan kami dihargai sekali disana.” tutur wanita kelahiran Banda Aceh, 29 Desember 1958 tersebut.
Kenal menari dari orangtua
Mengenal dunia seni tari dijalaninya sejak kecil. Ketika itu, ia baru berusia lima tahun. Namun, Nungki sudah diwajibkan menari oleh kedua orangtuanya, Dr. Sayid Warsito dan Siti Retnorini.
Darah Jawa yang mengalir dari ayah ibunya, membuatnya harus melakoni seni tari. “Karena jaman dahulu, semua anak Jawa diwajibkan bisa menari.” kata wanita yang masih terlihat awet muda tersebut.
Selain itu, orangtua Nungki ingin menumbuhkan apresiasinya terhadap anak-anaknya. Dari mulai menonton seni tari, belajar gerak dan tari, hingga belajar musik. Hal ini kemudian tumbuh menjadi hobi dalam diri Nungki.
Setelah menjadi hobi, Nungki memutuskan untuk menjadi pemikir tari. Ketika itu, ia merasa bisa melakukan sesuatu yang lebih untuk dunia seni tari di Indonesia. Bukan hanya mahir menari, tetapi juga memberikan sesuatu yang berguna bagi orang banyak.
“Saya ingin ada sesuatu yang lebih dan memang berguna bagi banyak orang.” katanya.
Tamat SMU, Nungki melanjutkan pendidikan ke Institut Kesenian Jakarta (IKJ), mengambil jurusan Seni Tari. Ia pun menjadi Sarjana Seni Tari pertama dalam lingkungan IKJ.
Dari sana, ia pun terus mengembangkan sesautu untuk dunia seni tari. Nungki dan kawan-kawan lantas mendirikan Indonesian Dance Festival. Di sini, ia berperan sebagai salah satu pendiri, dan juga penyandang dana.
“Saya ingin berbuat sesuatu untuk negara ini, tidak tahu apakah itu bisa dilihat orang atau tidak, menurut saya itu tidak penting. Saya hanya ingin melakukan sesuatu, dan ada hasilnya.” terangnya.
Menjajal Seni Peran
Darah seni yang mengalir sejak kecil, menjadikan Nungki jatuh cinta terhadap seni, apapun itu. Setelah mengenal seni tari, ia pun menjajal kemampuannya di seni peran.
Karena sudah diajari akting sedikit-sedikit, maka saat duduk di bangku kuliah, Nungki sudah mulai diajak main film. Rembulan dan Matahari, merupakan film pertamanya, yang dibintangi tahun 1979.
Sejak saat itu, tawaran bermain film pun makin laris hingga saat ini. Beberapa sinetron juga dibintanginya, salah satunya ialah Sinar, yang saat ini tayang di salah satu stasiun televisi swasta.
Seperti sinetron lain, Nungki berperan sebagai orang miskin. “Sepertinya karakter orang miskin memang cocok diperankan oleh saya, mungkin karena badan saya kurus ya.” katanya sambil tertawa.
Mengenai akting, Nungki juga tak mau melakukannya setengah-setengah. Menurutnya, dalam satu film atau sinetron, melakukan akting harus total, baik itu sebagai pemeran utama, ataupun pemeran pembantu.
“Berakting harus total. Karena itu yang harus dijual dan akan membuat film Indonesia laku dan sang artis bisa berkelanjutan hidupnya di lahan keartisan film.” katanya.
Dedikasikan Hidup untuk Dunia Tari
Ditanya mengenai arti kesuksesan, Anggota Dewan Kesenian Jakarta periode 1993-1996 dan 1997-2000 ini hanya tersenyum. Menurutnya kesuksesan merupakan penilaian orang lain.
“ Saya memang kebetulan diberikan kesempatan oleh Allah untuk melakukan banyak hal. Saya hanya melakukan saja. Dan kalau merasa sudah tidak bisa, ya sudah. Tetapi kalau tari, ini sudah jadi bagian yang mendarah daging. Dan saya ingin mendedikasikan hidup untuk tari.” terangnya.
Bagi anda yang tertarik menjadi penari professional, kuncinya mudah saja. Menurut Nungki, modal utama hanyalah minat dan niat. Dari situ, nanti akan berkembang, dan menjadi sebuah bakat, sehingga mnejadi suatu skill, yang diasah sedemikian rupa, sehingga akan melahirkan suatu mental yang baik, dan berkomitmen terhadap profesinya.
Dedikasi total pada dunia seni membuat Nungki Kusumastuti masih punya tempat di hati penikmat seni nasional dan internasional.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar