Rabu, 11 Januari 2012

Titik Balik Nadine Chandrawinata


Tergesa-gesa saya melangkahkan kaki menuju Hampton’s Park Apartment di wilayah Jakarta Selatan. Sungguh lelah membelah kemacetan Jakarta siang itu. Alhasil, saya sedikit terlambat sampai di sana. Wajah saya tak karuan, membayangkan Nadine Chandrawinata yang marah melihat saya datang terlambat.

Sebelumnya, saya mengirimkan sms kepadanya mengenai keterlambatan saya. Ternyata, ia masih membalas sms saya. Hati saya sedikit lega.

Sampai di Gluck salon, tempat kami mengadakan janji, Nadine sudah menunggu saya di balik pintu.

Tak ada kemarahan di balik raut wajahnya. Ia terus tersenyum ramah. Bahkan, ia memaklumi saya terlambat datang, karena kemacetan Jakarta yang begitu parahnya.

“Daerah sini memang macet terus,” katanya mendinginkan hati saya yang sempat khawatir kena damprat.

Mengenakan white shirt, dipadu dengan cropped puff jacket hitam, dan skinny jeans, Nadine tampak begitu casual. Wajahnya tampak begitu ekspersif dengan pulasan make up warna bronze. Dengan rambut panjang yang dibiarkan tergerai, aura kecantikannya terpancar begitu saja.

Di salonnya yang kecil, namun cozy itu, kami berbincang santai tentang karirnya di dunia entertainment.

Ajang pembuktian diri

Karir Nadine diawali dari jalur modeling. Saat menapaki usia 17 tahun, ia mulai rajin mengikuti casting iklan.

Masuk kancah modeling, rupanya merupakan ajang pembuktian diri bagi Nadine, karena ia menolak dicap cuek dan tomboy oleh teman-teman di sekolahnya.

Memiliki saudara laki-laki sedikit banyak memengaruhi gaya Nadine. Ia tak pernah menyentuh boneka. Nadine lebih memilih untuk memanjat pohon, bermain mobil-mobilan, serta perang-perangan.

“Teman-temanku banyak yang mengejek. Katanya aku kalau jalan seperti cowok. Terus, ditantangin sama teman-teman, bisa nggak jadi model. Dari situ aku panas, aku terpicu untuk ikutan,” kata gadis kelahiran Hannover, Jerman, 8 Mei 1984 tersebut.

Menjajal casting sebuah iklan menjadi titik balik seorang Nadine. Berbagai kegiatan maskulin yang biasa digelutinya dalam keseharian, pelan-pelan mulai ditinggalkan.

Mencoba ikut casting, membuatnya harus merelakan jam mainnya setiap hari. Kegiatan yang biasa diisi dengan hang out, ia lantas memfokuskan diri untuk membuktikan ejekan teman-temannya.

“Lewat pembuktian itu, aku fokuskan dulu sebentar untuk membuktikan celetukan yang nggak enak dari teman-teman, “ katanya.

Ternyata dari sini, tawaran terus berdatangan. Mulai dari main film, sinetron hingga ikut kontes Puteri Indonesia.

Keikut sertaannya menuju catwalk Puteri Indonesia tidaklah disengaja. Awalnya, sang ayah Chandrawinata mendaftarkannya dengan alasan melalui ajang ini, Nadine bisa go international. Tahun 2005, ia dinobatkan sebagai Puteri Indonesia.

“Di Puteri Indonesia, kegiatannya full banget, aku jadi merasa kerja beneran. Ada tanggung jawab menyandang gelar itu, ” tuturnya.

Lewat kontes tersebut, Nadine lalu berhasil go international untuk mengikuti ajang Miss Universe. Keikutsertaannya sempat menuai kritis pedas, karena ketika memperkenalkan Indonesia, ia salah membuat statement dalam bahasa Inggris.

Namun dibalik itu, Nadine juga menuai pujian karena berhasil menang dengan menyandang predikat Putri Persahabatan dan juara kedua untuk Budaya Nasional Terbaik.

Melalui ajang tersebut, Nadine mengaku banyak belajar hal baru. Yaitu tentang proses pendewasaan. Bagaimana berbicara dengan klien, bahasa tubuh yang baik, kemandirian, serta tidak boleh mengeluh dalam hal apapun.

Peluangnya untuk meraup ilmu di dunia entertainment tak disia-siakannya. Melalui pintu tersebut, Nadine lantas laris membintangi berbagai film, sinetron, dan menggeluti hal seni lainnya, seperti melukis dan menjajal teater.

“Pada dasarnya aku orangnya suka seni. Karena itu, aku selalu penasaran dengan hal-hal berbau seni, “ katanya.

Ketika memiliki waktu luang, ia tak menyia-nyiakannya. Nadine biasanya langsung pergi keluar kota untuk refreshing.

Bukan shopping atau travelling, namun ia lebih memilih melakukan extreme sport, seperti diving.

Hobinya yang satu ini tak bisa diganggu gugat. Jika sudah demikian, Nadine bisa mengajukan cuti hingga tiga hari sampai seminggu untuk menyelami berbagai laut di Ibu Pertiwi ini. Hobi tersebut juga membuatnya diganjar sebagai duta ekowisata.

Puas dengan semua hal di dunia seni dan olahraga, kini Nadine masih penasaran dengan bisnis. Ia pun menjajal berbisnis salon bersama tante nya. Gluck salon, nama tempat tersebut, telah berdiri sejak 2 tahun silam. Nadine terjun menangani semuanya. Mulai dari merancang, menata dekorasi salon, hingga menginterview langsung para pegawai.

Bermasalah dengan bahasa

Menghabiskan masa balita di Jerman, lalu pindah ke Indonesia bukanlah perosalan mudah. Segala hal mulai dari penyesuaian tempat, cuaca, hingga kesulitan berkomunikasi dengan bahasa Indonesia merupakan warna-warni masa kecil Nadine.

“Aku butuh waktu lama untuk mengerti apa yang dibicarakan oleh guruku,“ kenangnya.

Duduk di bangku kelas 1 SD BPK Penabur, merupakan masa penyesuaian yang panjang. Sampai-sampai, ia sempat salah memakai seragam. Akibatnya, Nadine pun kena hukuman.

Namun, seiring berjalannya waktu, Nadine bisa menguasai bahasa Indonesia dengan baik, dan bergaul dengan teman-temannya di sekolah.

Berada di bagku SD hingga SMP merupakan sebuah masa pengenalan diri bagi Nadine. Beranjak SMA, Nadine mulai bangga menjadi seorang wanita.

“Aku lebih mengenal dunia entertaintment, jadi lebih feminine,” kata pengagum Mother Teresa tersebut.

Sukses membuat orang nyaman

Hari berangsur sore. Mendung pun mulai menyelimuti hari yang tadi cerah. Sebelum beranjak, saya pun menanyakan arti kesuksesan bagi dirinya.

Nadine selalu bersujud syukur dengan apa yang telah ia dapatkan. Kesuksesan di matanya merupakan sebuah proses, bukan hasil akhir.

Nadine juga merasa dirinya berharga dan sukses ketika bisa membuat orang lain merasa nyaman di dekatnya.

“Kita tidak membawa apa-apa ketika datang ke dunia ini. Ketika meninggalkan dunia, kita juga dengan tangan kosong. Tetapi yang kita tinggalkan hanya jasa dan nama kita. Apakah kita berpengaruh baik buat diri sendiri dan orang lain. Karena itu, aku sangat merasa sukses, ketika bisa membuat orang lain merasa nyaman berada di dekatku,” jelasnya.

Nyaman memang berbincang dan berada di dekat dengannya. Jika saya lupa waktu, bisa-bisa saya ngobrol 24 jam dengan Duta Perfect World tersebut.

Dalam perbincangan kami, Nadine menorehkan pesan untuk Anda yang berminat menekuni bidang nya.

Tidak pernah mengikuti orang lain, dan jangan takut untuk melangkah demi sebuah perubahan merupakan sedikit pesan Nadine untuk anda yang ingin mengikuti jejaknya.

Perbincangan kami pun akhirnya berakhir juga. Senyum ramah Nadine masih mengembang di bibirnya. Saya lalu mohon pamit untuk mengarungi padatnya jalanan ibukota.

Obrolan santai kami, memberikan saya begitu banyak pengetahuan. Nadine yang pernah dicap buruk ketika ajang Miss Universe tak saya dapatkan ketika itu. Ia cukup cantik, smart dan santun, tipikal khas wanita Indonesia zaman sekarang.

Hal itu dibuktikan dari berbagai hal yang kami perbincangkan, bisa ditanggapinya dengan santai dan bermakna.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar