Muliaman Hadad, dikenal sebagai salah satu orang paling berpengaruh di bidang industri perbankan. Saat ini, Ia menjabat sebagai Deputi Gubernur Bank Indonesia. Sebagai orang yang sukses meretas diri ke kancah ekonomi, Muliaman masih memiliki suatu keinginan melihat anak muda agar bisa meraih kemampuan diri secara komplit.
Komplit yang dimaksudnya adalah agar setiap anak muda bisa memiliki kemampuan intelektual, emosional, sosial, dan spiritual yang brilliant.
“Saya percaya betul, bahwa perjalanan karir seseorang, intelektual begitu penting. Namun hal tersebut harus ditunjang dengan kematangan emosional dan spiritual.“ katanya ketika dijumpai di Gedung Bank Indonesia, Jakarta Pusat.
Bangga Pada Almamaternya
Pria kelahiran Bekasi, 3 April 1960 tersebut memulai pendidikannya di jurusan Studi Pembangunan tahun 1979. Ia lantas meraih gelar Sarjana Ekonomi tahun 1984.
Dunia ekonomi sudah menjadi denyut nadinya. Kecintaanya terhadap dunia tersebut dibuktikannya dengan mendalami ilmu ekonomi di berbagai negara.
Tak puas hanya bergelar sarjana, pria berkacamata tersebut mengambil pendidikan S2 di John F Kennedy School of Goverment, Harvard University, USA tahun1990. Ia juga memperoleh gelar Master of Public Administration pada tahun 1991. Selanjutnya pada tahun 1996, Muliaman mendapatkan gelar Doctor of Philosophy dari Faculty of Bussines and Economics, Monash University, Australia.
Sebagai alumnus FEUI, Muliaman sangat bangga, almamaternya tetap dikenal baik di berbagai bidang.
“Banyak pelaku-pelaku bisnis, dan pegiat-pegiat di bidang perbankan yang berasal dari FEUI. Di fakultas sendiri saya melihat banyak ekonom-ekonom muda yang briliant. Saya bangga lihat anak-anak ekonomi yang banyak berkiprah di pemerintahan," katanya tak dapat membendung rasa bangganya.
Responsif, Kunci Untuk Dapat Bersaing di Pasar Global
Dengan adanya generasi muda yang memimpin FEUI dengan visi yang baru, Muliaman berharap FE UI betul-betul memahami persoalan masyarakat dan tentu saja memahami juga persoalan di dunia bisnis.
“Saya kira ke depan dinamikanya lebih cepat dari waktu-waktu sebelumnya. Saya rasa kalau tidak direspon dengan cepat, tidak fleksibel dalam berbagai pendekatannya, kita akan ketinggalan dibandingkan universitas-universitas lainnya, karena universitas-universitas dunia pun bersaing secara global. Mereka berhasil karena mereka mencoba responsif terhadap kebutuhan masyarakat dan pasar global,” terangnya.
Menurut Muliaman, Tri Dharma Perguruan Tinggi masih relevan untuk melandasi kemajuan pendidikan, dimana salah satunya adalah pengabdian kepada masyarakat. Dengan dibangun di atas dasar tersebut, diharapkan mahasiswa tidak tercabut dari tujuan pokok pendidikan yang sudah ada.
Dengan energi yang masih besar, FE UI diharapkan dapat membangun suatu visi yang lebih responsif terhadap kebutuhan pasar, kebutuhan ekonomi dan kebutuhan masyarakat, dengan demikian perkembangan yang begitu cepat dapat direspon sebaik-baiknya oleh FE UI.
“Kami banyak diberikan visi dan pengalaman yang memberikan inspirasi, bagaimana gambaran besar persoalan yang dihadapi bangsa ini, karena beliau adalah pelaku yang langsung menghadapi persoalan sehari-hari. Kadang-kadang di kelas lebih banyak mendiskusikan apa yang dialami Pak Emil Salim, bukan membicarakan halaman berapa sekarang. Itu membuat saya memiliki kesan tersendiri hingga sekarang,” katanya sambil tertawa. Muliaman merasa beruntung dapat mengecap pendidikan di FE UI. Baginya hal tersebut sesuatu yang berharga. Terlihat dari semangat dan antusiasmenya yang menceritakan bagaimana pengalaman keilmuan memberikan kesan berbekas yang tak terlupakan.Gemblengan Yang Tak Terlupakan
Berkuliah di FE UI menyiratkan kenangan tersendiri baginya. Muliaman merasa terhormat pernah diajar oleh tokoh-tokoh ekonomi Indonesia yang ketika itu menjadi dosennya, seperti Prof. Dr. Ali Wardhana, Prof. Dr. Emil Salim dan Prof. Dr. Sumitro Djojohadikoesoemo, para “Begawan” ekonomi Indonesia. Bagi Muliaman hal tersebut menjadi bekal yang lebih dari cukup untuk masuk proses pencaharian keilmuan yang lebih jauh.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar